Idealistis vs Realistis
Oleh : *NWP. Debora R. Swatyas
“I’m not an idealist
anymore, I’m a bitter realist.”
-Soe Hok Gie-
-Soe Hok Gie-
Sering
kita mendengarkan pernyataan yang
negative terhadap orang-orang yang memiliki idealisme tertentu. Entah mulai
dari sindiran hingga secara terang-terangan, telah banyak ditujukan kepada
orang-orang yang mempunyai kesetiaan tertentu terhadap apa yang mereka yakini
benar. Sebenarnya idealism berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia dalam
jiwa (Plato) . Jadi pandangan ini
lebih menekankan hal – hal bersifat ide, dan merendahkan hal – hal yang materi
dan fisik (Wikipedia). Terkait juga
dengan kata Idealis yang yang berarti seseorang yang meneptatkan segala sesuatu
secara ideal atau sebagaimanamestinya, seseorang yang menerima ukuran moral
yang tinggi, estetika dan agama serta menghayatinya.
Idealisme
sendiri adalah suatu keyakinan atas suatu hal yang dianggap benar oleh individu
yang bersangkutan dengan bersumber dari pengalaman, pendidikan kultur dan
kebiasaan. Pengaruh idealisme tidak hanya terbatas pada tingkat individu, tapi
juga hingga ke tingkat Negara. Yang mempengaruhi pada tingkat individu
contohnya keyakinan mengenai pola hidup, nilai – nilai kebenaran, sikap,
tingkah laku dsb. Sedangkan idealisme pada tingkat Negara seperti ideologi
Pancasilas, komunisme, liberalism, dsb.
Mungkin
dapat disimpulkan idealisme yaitu suatu pegangan hidup yang kokoh, dijaga agar
tidak terpengaruh dan berusaha untuk selalu diwujudkan demi mendapatkan kepuasan
diri sendiri atau kelompok. Dapat juga diartikan sutu pemikiran bahwa
seharusnya hidup terkondisi pada keadaan yang sebagaiman dibayangkan, agar
semua yang ditakutkan terasa nyaman bagi pribadi tersebut maupun bagi
kelompoknya.
Namun
yang sehari – hari kita temui justru hanya sebagian kecil dari suatu kelompok
atau komunitas yang tetap mempertahankan idealismenya. Orang – orang cenderung
mengucilkan dan memusuhi orang – orang yang masih konsisten dengan sikap
idealisnya. Terlalu banyak yang salah sehingga sebagaian kecil yang benar
justru malah dianggap salah. Kebanyakan orang lebih suka untuk mengikuti arus,
mengikuti lingkungannya dengan mengabaikan beberapa atau bahkan semua nilai
kebenaran yang dia yakini. Individu atau beberapa orang yang demikian disebut
dengan individu realistis.
Banyak
tokoh besar yang akhirnya harus meninggal dengan tragis karena berusaha
mempertahankan idealismenya, walaupun tidak semua idealisme yang dimiliki oleh
seseorang itu baik, kita bisa melihat Adolf Hitler yang meyakini atas keburukan
kaum Komunis dan Yahudi sehingga membuatnya bias membasmi komunis dan Yahudi,
serta menjadikannya sebagai penguasa Eropa. Tapi tidak sedikit orang – orang
dengan idealismenya mampu membawa sebuah perubahan besar bagi lingkungan bahkan
bangsanya, misal Soekarno yang sejak muda telah terbiasa melihat sebuah
penderitaan dan perbudakan atas bangsanya oleh penjajah Belanda, namun ketika
dewasa Soekarno menyadari ini semua salah dan mungkin mulai berpikir realistis
untuk melawan itu semua. Dan berjuang untuk memperoleh sebuah kebebasan
(kemerdekaan) bagi bangsanya. Atau kita bisa lihat seorang filsuf dengan
keyakinannya atau idealismenya dalam menentang pemerintahan demokrasi Athena
yang korup, namun pada akhirnya dia dihukum mati dengan meminum racun. Dari dua
contoh di atas mungkin dapat disimpulkan idealisme sebuah sumber dari
perubahan, dimana terjadi adanya ketidakpuasan atas situasi dan kondisi pada
saat itu.
Dibutuhkan
suatu keberanian untuk melakukan suatu perubahan, perubahan dapat terjadi jika
ada suatu keberanian untuk melakukan perubahan terhadap hal – hal yang dianggap
salah. Karena keberanian merupakan sebuah implementasi dari idealisme itu
sendiri. Setiap pemimpin dimuka bumi ini selalu mempunyai idealismenya sendiri,
idealismenya tersebut selalu menghantarkannya pada sebuah kesuksesan. Kita
lihat saja pemimpin – pemimpin yang ada selalu mempunyai idealisme sendiri
selalu mencapai kesuksesan yang besar. Atau sebut saja tidak ada seorang
pepimpin atau orang yang sukses di dunia ini yang tidak memiliki idealisme.
Akan
tetapi sikap idealis tanpa sifat realistis hanyalah sebuah khayalan saja.
Karena sikap realistis diperlukan untuk memahami kondisi lapangan secara nyata
atau riil sedangkan sikap idealis dibutuhkan untuk memperbaiki atau
menyempurnakan kekurangan yang terjadi dalam kehidupan secara nyata atau dalam
realita. Karena tidak mungkin seorang manusia hanya mengikuti arus dan berpikir
sekaligus bertindak secara ralistis secara terus menerus. Dan tidak mungkin
juga selalu mengutamakan idealismenya semata dengan mengacuhkan realita, jika
tidak ingin disebut sebagai utopis. Jadi sikap idealistis dan realistis
bukanlah suatu hal yang saling bertentangan atau berkontradiktif, justru kedua
hal itu harus bisa saling melengkapi, berjalan secara selaras untuk menciptakan
suatu progresifitas hidup. Kedua hal tersebut harus ada dalam pikiran kita
menjadikan control dalam tingkah laku dan sikap kita sehari – hari. Idealistis
dan realistis bagaikan sebuah dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan,
harus ada keseimbangan diantara keduanya sehingga dapat menghasilkan output
yang lebih baik dan tidak hanya condong pada satu sisi saja.
0 komentar:
Posting Komentar